Yuhuuuu. . . ketemu lagi, pada tulisan kali ini saya akan menjelaskan sedikit mengenai apa itu advertising beserta sejarah dan fungsinya, hehehe :D mungkin yang kita tahu tentang advertising atau periklanan itu hanya sebuah "gangguan" ketika kita sedang menonton acara kesayangan di televisi yang lagi seru-serunya dan tiba-tiba harus terganggu karena iklan *huft* karena itu sebelum kita mengeluhkan iklan-iklan yang ada di televisi, sebaiknya kita ketahui dulu apa itu iklan atau advertising, yoookk kita langsung aja ke TKP :D
- PENGERTIAN ADVERTISING (PERIKLANAN / IKLAN)
Ada tiga istilah yang umum dipakai
di indonesia untuk menyebut advertising, yaitu: reklame, advertensi, dan iklan.
reklame berasal dari bahasa belanda yang dieja sebagai reclame.
kata itu juga berasal dari bahasaperancis reclamare. Advertensi berasal
dari bahasa belanda advertentie yang juga mengacu pada bahasa inggris
advertising. Sedangkan iklan yang umum dipakai dalam bahasa Melayu berasal dari
bahasa Arab i’lan atau i’lanun secara harfiah berarti informasi.
Menurut pendapat Durianto (2003 : 1)
pengertian iklan adalah merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk
membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi
pihak pembuat iklan.
Menurut pendapat Kriyantono (2008 :
174) pengertian iklan adalah sebagai bentuk komunikasi nonpersonal yang menjual
pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk mempengaruhi orang membeli
produk dengan membayar sejumlah biaya untuk media.
Menurut pendapat Lee (2004)
pengertian iklan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah
organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target
melalui media bersifat missal seperti televisi, radio, Koran, majalah, direct
mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan umum.
Berdasarkan
pendapat para ahli atau pakar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa iklan
adalah salah satu jenis teknik komunikasi massa dengan membayar ruangan atau
waktu untuk menyiarkan informasi tentang barang atau jasa yang ditawarkan oleh
si pemasang iklan.
SEJARAH
PERIKLANAN DUNIA
Masa
sebelum ditemukannya mesin cetak
“
Commercial message and political campaign displays have been found in the ruins
of ancient Arabia. Egyptians used papyrus to create sales messages and wall
posters, while lost-and-found advertising on papyrus was common in Ancient
Greece and Ancient Rome. Wall or rock painting for commercial advertising is
another manifestation of an ancient advertising form, which is present to this
day in many parts of Asia, Africa, and South America.”
(Pesan
komersial dan publikasi kampanye politik sudah ditemukan dalam reruntuhan
bangsa Arab kuno. Orang-orang mesir menggunakan papyrus untuk membuat
pengumuman mengenai barang-barang yang di jual dan membuat poster yang ditempelkan
di dindng, saat iklan mengenai ‘lost and found’ mulai marak di Yunani dan
Romawi kuno. Lukisan dinding dan batu untuk iklan komersial merupakan
manifestasi lain dari bentuk periklanan kuno, dimana hal itu menunjukkan
kehadiran iklan masa lalu di bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.)
Para
arkeolog meyakini, advertising sudah ada sejak zaman dulu.
Advertising dilakukan dalam berbagai bentuk “mempublikasikan” berbagai
peristiwa (event) dan tawaran (offers). Metode iklan pertama yang dilakukan
oleh manusia sangat sederhana. Pemilik barang yang ingin menjual barangnya akan
berteriak di gerbang kota menawarkan barangnya pada pengunjung yang masuk ke
kota tersebut. Iklan sudah dikenal manusia dalam bentuk pesan berantai (word of
mouth) yang bentuknya pengumuman-pengmuman. Pesan berantai itu disampaikan dari
mulut ke mulut untuk membantu kelancaran proses jual-beli.
Pesan
iklan dalam bentuk tertulis mulai ditemukan pada masa Babylonia 3000 SM berupa
kepingan tanah liat (clay tablet) bertuliskan prasasti tentang dealer salep
(ointment dealer), juru tulis (scribe) dan pembuat sepatu.
Peninggalan
Mesir dan Yunani Kuno berupa pengumuman-pengumuman di dinding dan naskah di
daun papirus, memberikan pengumuman tentang datangnya kapal pembawa anggur,
rempah-rempah, logam, barang-barang dagangan baru, acara-acara
(pertarungan gladiator) yang bakal digelar, budak yang lari dari tuannya.
Orang-orang Roma mengecat dinding untuk mengumumkan perkelahian gladiator.
Iklan pada jaman ini hanya berupa surat edaran. Karena masih banyak yang buta
huruf, pengumuman-pengumuman itu dibacakan oleh tukang teriak (town crier) yang
biasa didampingi pemain musik.
Terakota
Yunani dan Romawi Kuno sudah digunakan untuk mengumumkan lost & found. Di
reruntuhan kota Pompeii terdapat tanda-tanda di terakota yang mengiklankan apa
ynag dijual di toko : danging sapi (row of hams), sapi penghasil susu, kulit
untuk sepatu. Disaping itu juga ditemukan bukti-bukti adanya pesan-pesan
politik.
Orang-orang
Ponosea melukis gambar untuk mempromosikan perangkat keras mereka di batu-batu
besar di sepanjang jalur parade. Di Pompei misalkan, banyak lukisan seorang
tokoh politisi dan meminta dukungan suara dari masyarakat. Di Perancis, traditional
advertising sudah marak tahun 550 Sebelum Masehi untuk mengiklankan
kaum negro sebagai budak.
Pada
zaman Julius Caesar di eropa banyak toko dan penginapan yang sudah pakai tanda,
papan nama, atau simbol, untuk membantu mereka yang buta huruf. Misalnya
penginapan dengan simbol Man in The Moon, Three Squirrels, Hole in The Wall.
Untuk
ribuan tahun-tahun awal, orang beriklan untuk mempromosikan dua hal, tempat dan
jasa. Iklan di bawah ini adalah contoh pertama. Begitu juga plang di depan
kedai minum dan penginapan (taverns and inns)
Daniel
Mannix, dalam bukunya yang bercerita tentang olah raga kuno Roma, “ Those About
to Die “, mencatat sebuah iklan yang ditemukan di sebuah kuburan tua
(tombstone) :
“
Weathre permitting, 30 pair of gladiators, fumished by A.
Clodius
flaccus, together with substitutes in case any get
Killed
too quickly, will fight may 1 st, 2 nd and 3 rd at the
Circus Maximus.The fights
will followed by a big wild beast
Hunt.
The famos gladiator paris will fight. Hurrah for
Paris!
Hurrah for the generous flaccus, who is running
for
Duumvite!” (Below this is an ad for the copywriter.
“
Marcus wrote this sign by the light of the moon. If you
Hire
Marcus, he ‘ll work day and night to do a good job. “)
(Mannix,p.28).
Demikian
pula berbagai gambar di batu cadas(rock paintings) di berbagei situs lama di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin menunjukkan kehadiran “iklan” di masa lalu.
Masa
setelah ditemukannya mesin cetak
Penemuan
mesin cetak Gutenberg 1450 meningkatkan angka melek huruf sehingga merangsang
orang untuk berbisnis iklan. Periklanan jadi bisnis massal. Bentuk awalnya
berupa poster,handbill (selebaran), dan iklan baris (classified) di surat
kabar.
1472 William Caxton di London mencetak iklan berbahasa
Inggris pertama berupa selebaran (handbill) berisi tuntunan keagamaan tentang
perayaan paskah (rules for the guidance of the clergy at easter). Versi lain
mengatakan iklannya berupa penjualan injil (prayer book). Awal abad 16 dan 17
yang banyak ditampilkan adalah iklan tentang budak belian, kuda buku, obat.
Sebagai
bentuk printed advertising, periklanan berkembang di awal abad 15-16. Beberapa
waktu kemudian mulai muncul metode iklan dengan tulisan tangan dan dicetak di
kertas besar yang berkembang di Inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris
ditemukan pada Imperial Intelligencer Maret 1648.
Pada
tahun 1622 Surat kabar terbit di Inggris terbit
untuk pertama kalinya,The Weekly News kemudian disusul The Tattler yang terbit
tahun 1709 dan The Spectator yang terbit pada 1711. Ketiga Koran ini merupakan
media cetak yang membawa lembaran iklan secara piggy-back.
Pada
tahun 1655 istilah iklan (advertisement)
muncul pertama kali dalam injil untuk menunjuk istilah
“peringatan”/“pemberitahuan” (warning/ notification).
Pada
tahun 1660 mulai istilah itu dipaka untuk
keperluan informasi komersial (commercial information), khususnya oleh para
saudagartoko.Pesan-pesan iklan lama kehalaman semakin simple dan inovatif
sejak tahun 1700 dan 1800-an.
Pada
tahun 1690 lahir Public Occurencs Both
Foreign and Dometic, Koran (tidak harian) pertama di Amerika hanya
membuat satu berita (issue).
Periklanan
secara nyata mulai menunjukkan kemajuan di awal abad 17 di Inggris untuk
mempromosikan buku dan Koran yang mulaiberkembang.Pada abad ke-17 di
Inggris, pesan-pesan komersial masih berbentuk poster atau selebaran lepas yang
dikirim dalam lipatan surat kabar. Produk yang paling banyak diiklankan pada
masa ini adalah buku dan obat-obatan.
Pada
tahun 1704 Boston Newsletter, koan AS
pertama yang muat iklan, berupa tawaran hadiah bagi yang bisa menangkap pencuri
baju.
Iklan-iklan
media cetak pada abad 18 umumnya ditunjukan pada sasaran pembaca di Eropa yang
menyebutkan adanya tanah-tanah garapan yang menantang untuk masa depan di
Amerika. Salah satunya iklan ada tanah 150 ha di Philadelphia.
Pada
tahun 1729 Iklan pertama di surat kabar “
Pennysilvania Gazette” yang terbit di Amerika Serikat. Amerika waktu itu masih
menjadi wilayah jajahan Inggris, dan surat kabar yang didirikan oleh Benjamin
Franklin itu berhasil mencapai tiras tertinggi serta pendapatan iklan terbesar
pada masanya.
Pada
tahun 1740 poster cetak outdoor pertama muncul
di London (disebut “hoarding”).
Pada
tahun 1776 muncul iklan proklamasi
kemerdekaan AS di Pennsylvania Evening Post and Daily Advertiser, Koran yang
terbit secara harian pertama di AS.
Ketika
aktivitas perekonomian mulai meningkat diberbagai penjuru dunia, di abad 18-an,
di Amerika Serikat, periklanan mulai mendapat perhatian besar. Beberapa toko di
Eropa mulai berfungsi sebagai agen yang mengumpulkan iklan untuk surat kabar.
Sangat
boleh jadi Sears catalog menjadi inspirasi bagi lahirnya iklan display di media
cetak. Sears adalah pelopor rantai toko (chain stores) di A.S yang kemudian
berkembang menjadi department stores. Kehadiran Sears yang menjual
berbagai barang secara lengkap menggantikan toko-toko serupa berskala kecil
yang pada waktu itu disebut dengan mercantile.
Untuk
memudahkan pelanggan, karena pada masa itu transportasi masih terbatas, Sears
menerbitkan katalog tentang semua barang yang dijual dan para langganan dapat
memesan melalui pos (mail order). Setiap barang yang ditawarkan ditampilkan
secara menarik dengan foto-foto dan gambar-gambar yang atraktif. Begitu
populernya Sears Catalog di masa lalu, sampai-sampai ia disebut sebagai Injil
Petani (Farmers Bible)
Tampilan
dan peragaan produk seperti di Sears Catalog itulah yang kemudian
dijumpai di berbagai surat kabar dan majalah di Amerika Serikat, serta
kemudian menyebar ke seluruh dunia. Di masa kini penampilan seperti itu sering
disebut sebagai display advertising (iklan komersial)
Pada
abad ke-19 mulai dikenal pembelian ruang iklan melalui agen perseorangan
(menyalurkan lagi ke perusahaan periklanan). Pada masa dinasti Edo di Jepang,
awal abad-19 selebaran yang didistribusikan bersama surat kabar juga banyak
membawa pesan-pesan komersial, khususnya tentang obat-obatan.
Pertumbuhan
ekonomi dunia yang mulai bergerak pesat pada awal abad ke-19 akhirnya memicu
hadirnya iklan di surat kabar amerika Serikat, beberapa surat kabar mulai
memuat pesan-pesan singkat tentang produk, tampil dengan huruf-huruf kecil di
dalam kotak, di antara berita dan Tulsan lain. Iklan yang saat ini disebut
sebagai classified advertisement ini mempromosikan berbagai jenis barang dan
jasa.
Pada
tahun 1841 Volney
Palmer, “orang iklan” (adman) masa-masa awal, bertindak sebagai media broker /
agen, mendapat komisi dari pemasangan iklan di media (media placement). Palmer
mendirikan Agensi Periklanan pertama oleh Volney Palmer di Boston. Pada waktu
itu, agensi periklanannya masih sebatas perantara pemasar dengan pihak surat
kabar sebagai penerbit iklan
Pada
tahun 1844 muncul iklan majalah pertama
di majalah Southern Messenger dengan editornya Edgar Allan Poe (pengarang
Tarzan). Majalah-majalah iklan periode awal yang masih terbit sampai sekarang
adalah Cosmopolitan, ladies Home Journal, ReadeR’s Digest.
Sampai
tahun 1850-an, di Eropa iklan belum sepenuhnya dimuat di surat kabar.
Kebanyakan masih berupa pamflet, leaflet, dan brosur.
Pada
tahun 1864 periklanan berkembang seiring
perkembangan pers yang juga ditandai berkembangnya perusahaan periklanan dengan
fungsi sederhana.
Pada
tahun 1871 Charles bates membuat biro
iklan professional pertama kali.
Pada
tahun 1875 di
Philadelpia, dibuat agensi periklanan yang lebih multi fungsi. Dalam periode
ini pula wanita mulai mengambil porsi. Baik sabagai tenaga periklanan, maupun
sebagai image produk iklan. Penggunaan “wanita” sebagai daya tarik, pertama
kali dipakai dalam iklan sabun mandi.
Pada
tahun 1880 John Power,
penulis naskah iklan (copywriter) pertama
Setelah
1880an, perusahaan periklanan meningkatkan fungsi dengan menawarkan konsultasi
dan jasa periklanan lain
Pada
tahun 1891 J Walter
Thompson, Account Executive pertama.
Pada
tahun 1920 KDKA stasiun radio pertama di
dunia lahir di Pittsburgh. Saat radio siaran mulai mengudara di tahun 1920-an,
periklanan di radio pun mulai marak walaupun secara teknis dan daya tarik,
tidak seperti yang kita nikmati saat ini. Sponsorsif saat itu lebih banyak
dikuasai satu orang/pihak. Misalnya, sponsorsif suatu radio, dikuasai satu
bisnisman. Dengan kata lain, space iklan digunakan sendiri. Tapi seiring dengan
tingginya persaingan, kondisi ini berangsur-angsur berubah.
Pada
tahun 1922 Iklan pertama di radio
duniaWEAF, New York.
Pada
tahun 1939 NBC, stasiun tv pertama.
Periklanan
masuk dunia televisi di awal tahun 1940an. Iklannya bisa berupa commercial atau public
advertising
Pada
tahun 1941 Iklan televisi hitam/putih
pertama di New York, Amerika Serikat mengiklankan Arloji Bulova dengan
harga spot US $ 9.
poster
film tahun 1950
Pada
tahun 1954 Iklan televisi berwarna
pertama ditayangkan. Mengiklankan Castro Decorate, New York.
Pada
peralihan menuju abad ke-20, sistem manajemen periklanan modern seperti posisi
manajer iklan mulai diterapkan
“The
1960s saw advertising transform into a modern approach in which creativity was
allowed to shine, producing unexpected messages that made advertisements more
tempting to consumers’ eyes. The 1960s saw advertising transform into a modern
approach in which creativity was allowed to shine, producing unexpected
messages that made advertisements more tempting to consumers’ eyes.”
iklan
penggunaan lampu hemat energi
Advertising
modern sendiri yang mulai berkembang tahun 1960an, jauh berbeda dengan
advertising masa lampau. Pada tahun ini, periklanan menemukan bentuknya yang
modern dengan karya-karya kreatif yang menakjubkan. Perintis iklan dengan landasan
karya kreatif yang digarap secara apik ini dipelopori oleh seri iklan mobil
kodok volkswagen yang menampilkan judul-judul seperti “Think
Small“ dan “ Lemon.“
Iklan-iklan Volkswagen inilah yang meletakkan dasar positioning
dan uniqe salling proposition (USP) dalam periklanan yang
masih dipegang hingga kini. Konsep ini mengikat (associate) setiap brand dengan
satu sspesific idea yang khas yang menancap di benak konsumen.
Di
akhir 1980 dan awal 1990 memperlihatkan kemunculanTv Kabel dan MTV, sebagai
bagian darinya. Sebagai Pionir dalam konsep musik-video, Pelayanan MTV
merupakan sebuah tipe periklanan yang baru. Konsumen lebih menyimak pesan yang
diiklankan MTV dibandingkan dengan membeli setelah mendapat informasi dari
media lain. Saat tv kabel dan tv satelit mengalami peningkatan secara umum,
beberapa saluran berada di posisi puncak, termasuk saluran yang seluruh
durasinya berisi iklan seperti QVC, Home Shopping Network, dan Shop Tv.
Pemasaran
melelui internet membuka batas baru bagi periklanan dan memberikan kontribusi
pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990. Seluruh perusahaan terus beroperasi
semata-mata dalam bidang periklanan, dan menawarkan segalanya untuk kupon
berlangganan internet gratis. Memasuki abad ke-21 sejumlah website, termasuk ‘mesin
pencarian google’ memulai perubahan dalam dunia periklanan on-line dengan
mengekspansi relevansi kontekstual, tidak menonjolkan iklan dibandingkan dengan
pemberian bantuan dan lebih utama ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur.
Hal ini menandai kebangkitan dari upaya untuk meningkatkan trend
periklanan interaktif.
Pemasaran
melalui internet membuka batas baru bagi periklanan dan memberikan kontribusi
pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990. Seluruh perusahaan terus beroperasi
semata-mata dalam bidang periklanan, dan menawarkan segalanya untuk kupon
berlangganan internet gratis. Memasuki abad ke-21 sejumlah website, termasuk
‘mesin pencarian google’ memulai perubahan dalam dunia periklanan on-line
dengan mengekspansi relevansi kontekstual, tidak menonjolkan iklan dibandingkan
dengan pemberian bantuan dan lebih utama ketimbang membanjiri konsumen dengan
brosur. Hal ini menandai kebangkitan dari upaya untuk meningkatkan trend
periklanan interaktif.
Penyebaran
pesan melalui iklan, secara relatif menelan biaya dari GDP sehingga
menyeebabkan perubahan yang cukup signifikan dalam pemilihan media. Di
Amerika misalnya, pada tahun 1925 media iklan yang utama adalah surat kabar.,
majalah, nyala lampu trem,dan poster-poeter. Advertising menghabiskan anggaran
sekitar 2,9% dari GDP. Sejak 1998, televisi dan radio menjadi media perikanan
yang utama dan menghabiskan dana dari GDP yang lebih rendah, sekitar 2,4%.
Dilihat
dari tujuan, penyajian sampai ke anggaran yang dibelanjakan iklan mengalami
kemajuan yang sangat pesat.
Saat
ini terdapat Perusahaan Periklanan Terbesar Di Dunia, perusahaan tersebut
adalah:
- WPP Group plc (UK)
- Omnicom Group Inc. (US)
- The Interpublic Group of
Companies, Inc. (US)
- Publicis Groupe S.A. (FR)
Urutan
largest in term of billing dan besarnya network saling kejar-mengejar. Jadi
mungkin tahun ini WPP, tahun depan Omnicom tahun depan berganti lagi antara 3
conglomerate. Sedang Publicis menempati posisi ke empat.
Masing-masing
mempunyai perusahaan dengan berbagai expertise di bidang komunikasi,
Advertising Agency, Media Service, Marketing Branding Strategy, PR, CRM,
Corporate ID/Brand, Direct Marketing, Event, Sales Promotion, you name it.
Anak-anak
perusahaannya di tiap-tiap grup yang ada di Indonesia tidak diketahui pasti
kecuali WPP, tapi jika diperkirakan, petanya seperti berikut ini:
→ WPP
Group plc :
Bates, Young & Rubicam, J Walter Thompson(JWT), Landor Associates, Ogilvy
& Mather Group (termasuk One, PR, Interactive dll), MindShare etc
→ Omnicom
Group Inc. :
BBDO Worldwide, DDB Worldwide, TBWA Worldwide
→ The
Interpublic Group of Companies, Inc. :
McCann-Erickson WorldGroup, FCB Group, Lowe & Partners Worldwide
→ Publicis
Groupe S.A. :
Publicis Worldwide, Leo Burnett Worldwide, Saatchi & Saatchi Worldwide,
Fallon Worldwide and 49%-owned Bartle Bogle Hegarty (BBH), Starcom MediaVest
Group, ZenithOptimedia.
Khusus
untuk WPP, dari direktori di websitenya di dapat perusahaan-perusahaan di
Indonesia yang termasuk dalam grup ini:
1.
Bates Asia – Indonesia
2. Dentsu, Young & Rubicam – Jakarta, Matari-Dentsu Young & Rubicam
3. J Walter Thompson – Jakarta, Adforce
4. Landor Associates – Jakarta
5. Maximize – Jakarta
6. Mediaedgecia – Indonesia
7. MindShare – Jakarta
8. Motivator – Jakarta
9. Ogilvy & Mather – Jakarta, Ogilvy & Mather
10. Ogilvy & Mather – Jakarta, Ogilvy Public Relations Worldwide
11. Ogilvy & Mather – Jakarta, OgilvyOne worldwide
12. Ogilvy Public Relations Worldwide – Jakarta
13. OgilvyInteractive – Jakarta, OgilvyInteractive
Tahun
2004 biaya permasangan iklan di Amerika Serikat mencapai sekitar$212 miliar. Sementara
belanja iklan di seluruh dunia mencapai lebih dari $414 miliar.
Sebuah angka yang luar biasa besar. Sementaraaccounting firm Pricewaterhouse
Coopers menyebutkan, tahun2010, belanja iklan seluruh
dunia akan mencapai lebih dari setengah triliun dolar Amerika Serikat.
Pemasangan
iklan saat ini, banyak dilakukan berbagai macam organisasi nirlaba, profesi,
pemerintahan dan badan social. Bahkan pembelanja iklan terbesar ke 25 adalah
pemerintah Amerika Serikat.
Saat
ini, inovasi dunia periklanan semakin berkembang pesat dengan menggunakan
metode pendekatan yang tidak biasa, seperti mendirikan panggung di area public,
memberi hadiah mobil dalam mempromosikan brand tertentu, dan mengadakan promosi
interaktif dimana konsumen bisa merespon dan menjadi bagian saat promosi
berlangsung. Hal ini memberi gambaran perkembangan trend periklanan interaktif
melalui penempatan produk, voting melalui SMS dan berbagai inovasi lainnya yang
menggunakan jaringan internet, seperti MySpace dan media telekomunikasi
mutakhir lainnya.
2.3 Legenda
Periklanan Dunia
Berikut
ini nama-nama beberapa tokoh yang menjadi legenda periklanan dunia selain
volney palmer:
Leo
Burnett
Leo
Burnett Agency, Chicago
Mendirikan
biro iklan di Chicago. Filosofi biro iklannya adalah “Gapailah ketinggian,
karena dengan cara itu kita tidak akan mengejar segenggam lumpur”. Prinsipnya
yang paling terkenal adalah “Ide Besar”. Menurutnya setiap kampanye harus
mengandung ide yang Akan bertahan selama bertahun-tahun dan memisahkannya
dengan hal yang lain. Beberapa karya periklanan Burnett bersumber pada
nilai-nilai kemanusiaan universal.
Rooser Reeves (1910-1984)
Ted
Bates & Co, New York
Tokoh
periklanan pada tahun 1950-an di biro iklan Ted Bates New York. Ia menerbitkan
buku “Reality in Advertising” di tahun 1961 semasa aktif di Ted Bates dan
menjadi best-seller. Teorinya yang paling terkenal di dalam periklanan adalah
USP atau biasa disebut “ Unique Selling Proposition“ dan mengantarkan Rosser
Reeves menjadi terkenal di bidang periklanan. Ia menggambarkan USP di (dalam)
tiga komponen yang mengedepankan prinsip dari teknik menjual agresif.
Menurutnya tugas iklan adalah memasukkan merek sebanyak mungkin kedalam kotak
mental, dengan cara menjual ciri khas dari produk tersebut.
Bill Bernbach (1911-1982)
Doyle
Dane Bernbach, New York
”
Aku memperingatkan kamu untuk melawan terhadap kepercayaan bahwa iklan adalah
suatu ilmu pengetahuan ” Bernbach memimpin revolusi periklanan pada dekade
1960-an dan menjadikannya salah satu kekuatan kreatif paling berpengaruh di
dalam sejarah periklanan. Di biro iklan Doyle Dane Bernbach (DDB) New
York, ia mempelopori iklan yang dibuat lebih jenaka, lebih cerdas dan kadang
sangat tidak sopan.
Ia adalah seorang Adman yang banyak mengilhami orang lain. Setelah kematian
Bernbach pada Oktober 1982, prinsipnya berdampak lebih besar pada kultur
Amerika dibanding para Adman lain yang telah lahir 133 tahun sebelumnya”
16 tahun kemudian, Dampak Bernbach berlanjut dan tidak berkurang. Ia dianugrahi
daftar kehormatan Iklan abad 20 sebagai orang yang paling berpengaruh dalam
periklanan. Pengaruhnya masih hidup dan relevan untuk membantu memberi petunjuk
untuk industri periklanan sampai abad 21.
Bagi penulis naskah dan pengarah seni muda yang masih berkembang harus
mempelajari kampanye klasik Bernbach karena banyak dari apa yang diyakininya
telah menjadi “hukum kreatif” bagi orang-orang iklan.
Prinsipnya yang palig terkenal adalah menempatkan iklan sebagai sebuah seni
bukan ilmu pengetahuan.” Iklan bukan suatu ilmu pengetahuan, Iklan adalah
bujukan. Dan bujukan adalah suatu seni.” – Bill Bernbach
David Ogilvy (1911-1999)
Ogilvy
& Mather Worldwide, New York
Ogilvy
adalah Adman yang terkenal di dunia. Ia adalah raksasa di dalam bisnis
periklanan selain nama besar Bill Bernbach, Leo Burnett, Ted Bates, Rosser
Reeves dan raksasa periklanan lain dalam bisnis itu.
Pesaingnya
Ed Ney, yang memimpin Young & Rubicam mengatakan:
“Ia mahluk cerdas yang sangat Kompetitif. Ia membawa gaya kepada bisnis
periklanan. Bernbach OK, tetapi David adalah terbaik dari yang terbaik”
Di tahun 1975, dia disebut sebagai “ahli sihir yang paling dicari di dalam
industri periklanan.”
David
menjadikan bisnis periklanan sangat menarik dan mengundang banyak orang cerdas
kedalamnya. Bukunya Confessions of an Advertising Man adalah buku paling laris
yang diterbitkannya di tahun 1962, dan diterbitkan kembali di inggris lebih
dari 40 tahun kemudian. Buku itu telah mempengaruhi pandangan dari banyak orang
tentang bisnis periklanan.
Pendiri
biro iklan Ogilvy & Mather ini filosofinya banyak didasarkan pada hasil
riset. Prinsipnya yang paling kontroversial dan jadi perdebatan adalah “tidak
seorangpun akan membeli sesuatu dari seorang pelawak atau komedian dan bahwa
tulisan putih di atas latar belakang hitam akan sulit dibaca”. Namun prinsipnya
bahwa “konsumen itu bukan orang yang bodoh, ia adalah istri anda” merupakan
prinsip yang sulit terbantahkan.
John
Hegarty
Bartle
Bogle Hegarty, New York
Menciptakan
kampanye iklan legendaris : levis, lego, audi
John yang bertubuh mungil dan ceking, bersama teman-temannya mendirikan BBH di
tahun 1982 dan semenjak saat itu merebut serangkaian penghargaan kreatif.
Menurutnya untuk membuat iklan yang baik craftsmanship merupakan hal yang
penting karena saat ini kita hidup di budaya visual. Orang lebih peduli pada
pencitraan dibanding masa sebelumnya. Cara kita berbusana, dalam hal yang kita
kerjakan, bahkan makan. Semuanya bersifat visually driven. Orang mengambil
keputusan berdasarkan visual.
Pakar
periklanan Amerika ini juga menyebutkan, globalisasi membuat produk-produk
memiliki kualitas yang hampir serupa. Sekarang industri lebih banyak bersaing
dengan menyentuh emosi dan gengsi konsumen. Hegarty mengatakan, saat ini konsumen
membeli barang bukan karena keunggulannya tapi karena produk tersebut membuat
sang konsumen percaya, merasa yakin, dan jatuh cinta. Itulah yang disebut
dengan Emotional Selling Proposition
Jean
Marie Dru
TBWA
Worldwide
Disturbtion
adalah pendekatan revolusioner terhadap periklanan yang dikembangkan oleh Jean
Marie Dru dari biro iklan TBWA Worldwide. Ia mengatakan jika perusahaan tidak
menciptakan perubahan maka perubahanlah yang akan menciptakan mereka. Dru
percaya bahwa iklan harus mengganggu kenormalan yang dapat diprediksi, sehingga
dapat masuk ke dalam koteks yang sama sekali baru
Jay
Chiat
Chiat/Day,
California
Pendiri
biro iklan Chiat/Day yang sangat berpengaruh di California, dan berhasil
mengangkat derajat biro iklan yang tidak berlokasi di Madison Avenue.
Jay
adalah sosok yang mempesona, menghebohkan dan memiliki daya juang tinggi. Salah
satu ungkapannya yang terkenal adalah “How big can we get, before we get bad
?”.
SEJARAH
PERIKLANAN INDONESIA
Berawal
dari Gerobak Sapi
Pada
tahun 1930an, banyak poster dan papan reklame ditempel pada panel samping
gerobak sapi yang hilir mudik mengangkut barang. Pada masa itu, kebanyakan
papan reklame dicetak diatas lembar plat seng atau logam yang cukup tebal.
Banyak pula yang dilapis enamel agar tahan lama. Setelah tahun 1948, ketika
bahan ”ajaib” yang bernama scothlite ditemukan banyak pula papan reklame yang
menggunakan scothlite tadi karena mampu memantulkan cahaya dengan efek
mengagumkan. Plat-plat seng reklame itu kini merupakan kolekters item yang
berharga di pasar benda-benda antik. Ketika itu, produk yang paling banyak
diiklankan melalui media luar ruang bergerak (moving outdoor media) antara lain
adalah produk-produk ban sepeda dari goodyear dan michelin, produk sabun dan
tapal lidi dari unilever, limun (soda pop) merek regional, dan produk rokok
dari berbagai produsen, termasuk cerutu impor. Media opportunity pada waktu itu
memang sangat terbatas, tetapi orang-orang periklanan sudah sangat kreatif
menggunakan setiap peluang yang ada-termasuk media tradisional.
Belum
terbayangkan ketika itu bahwa jauh di kemudian hari kreativitas iklan telah
melahirkan berbagai media untuk menempatkan iklan diluar ruang. Transit
advertising telah menjadi sub bisnis besar dalam periklanan. Sisi-sisi bus dan
kendaraan umum dipasangan panel iklan, atau spanduk yang ditarik pesawat
terbang rendah, bahkan penutup velg roda (hubcaps) maupun lampung punggung
taksi. Tetapi, gajah di thailand yang sejak dulu sering ”ditempeli” papan
iklan, sampai di zaman modern ini pun masih menjadi media iklan yang efektif.
Surat kabar, tentu saja, merupakan media yang juga populer di indonesia sejak
pertengahan awal abad ke 19. tetapi, berdasarkan kriteria umumnya sebetulnya
iklan surat kabar sudah hadir di indonesia sejak tahun 1621 ketika gubernur
jenderal Jan Pieterszon Con (1619-1629) menerbitkan Memorie De Nouvelles
pamflet informasi semacam surat kabar yang memuat berbagai berita dari
pemerintah hindia belanda, khususnya yang menyangkut mutasi dan promosi para
pejabat penting di kawasan ini. Pamflet ini berupa tulisan indah (silografi)
yang diperbanyak dengan mesin cetak temuan Johannes Gutenberg (1445).
Berita-berita
yang dimuat itu sebetulnya merupakan iklan karena pemuatannya di Memorie De
Nouvelles sepenuhnya di biayai oleh pemerintah hindia belanda. Sekalipun sangat
berbau perbenturan kepentingan (conflict of interest, bahasa masa kini = KKN),
tetapi sang gubernur jenderal Con adalah juga penerbit media itu dan sekaligus
memiliki reclame Bureau yang megatur pemuatan ”berita di pamflet itu”. Con juga
memakai Memorie de Nouvelles untuk memuat ”berita dengan pesan khusus ” untuk
melemahkan daya saing peniaga portugis di kawasan maluku. Tentu saja, ada VOC
dibelakang siasat perang dagang itu. Pada tahun 1744, terbitlah surat kabar
pertama yang memakai teknologi cetak tinggi, dengan (plat cetak dari timah) di
nusantara. Namanya : Bataviaasche Nouvelles. Tetapi, surat kabar yang juga
disponsori oleh pemerintah hindia belanda pada masa gubernur Jenderal Gustaav
Willem Baron Van Imhovv itupun sebetulnya lebih merupakan lembaran iklan karena
memang lebih banyak menampilkan iklan dan dibiayai hampir sepenuhnya oleh
pendapatan iklan pula. Maklum, surat kabar pada waktu itu hanya bertiras paling
banyak hanya 2500 eks. Sehingga penghasilan sirkulasinya tentulah sangat
sedikit.
Dari
berbagai surat kabar yang terbit di jakarta, bandung, semarang, surabaya,
makasar, manado, dan medan pada pertengahan abad ke 19, dapat dilihat hadirnya
berbagai iklan barang dan jasa yang memenuhi halaman-halaman media cetak.
Beberapa nama koran besar di masa itu antara lain adalah: Bataviaasch
Nieuwsblad, Nieuws van de Dag, Java Bode (batavia), Preanger Bode (Bandung), De
Locomotief (semarang, semula Samarangsche Nieuws en Advertentieblad), Nieuwe
Vorstenlanden (solo), Soerabaiasche Courant (Surabaya, semula Oostpost),
Makassararsche Courant (makasar), Tjahaja Siang (manado), Sumatra Post (Medan),
dan Soematra Bode (padang).
Selain
itu, telah mulai hadir pula berbagai surat kabar dalam bahasa melayu (sebelum
kemudian menjadi bahasa indonesia sejak 1928.) surat kabar berbahasa melayu
yang populer pada masa itu antara lain adalah Medan Moeslimin, Medan Prijaji,
Sinar de Jawa, Sinar Terang, dan Soerat Kabar Minggoean. Kebijaksanaan kontrol
informasi yang diterapkan sangat ketat oleh pemerintah hindia belanda pun
membuat surat kabar tidak dapat menjalankan fungsinya secara penuh sebagai
lembaga pemberita. Peran pers indonesia sebagai alat politik baru muncul pada
awal abad ke 20 seiring dengan kegerakkan kebangkitan nasional dan lahirnya
ordonasi pers yang mengatur pembredelan surat kabar.
Di
zaman ”kuda gigit besi” itu, ikaln-iklan juga ramai diudarakan melalui radio,
diproyeksikan di gedung bioskop dan ditampilkan melalui pertunjukan keliling
(mobil propaganda) mirip tukang obat yang hingga kini masih banyak dijupai di
berbagai kota kecil. Iklan radio sebetulnya mash merupakan sebuah novelty
pada awal bad ke-20 setelah radio commercial pertama dikumandangkan oleh
stasiun WEAV di New York City pada 28 Agustus 1922. Sebuah perusahaan real
estate di Quinsboro membayar US $50 untuk penyuaran pesan komersial
selama 5 hari.
Adventertie
poenza kaperloean soedah kentara , kerna advertentie perloenja boeat
perkenalken barang-barang dagangan kita ada publiek. Kaloe barang jang kita
dagangken tidak dikenal, bagaiman bisa dapatken pembeli
Liem
Kha Tong
Sebelum
iklan hadir di radio, pesan komersial sudah lebih dulu hadir melalui saluran
telepon. Pada tahun 193, perusahaan telepon di Hongaria ”menjual spot 12 detik
di antara musik dan berita yan dipanarkan lewat telepon dengan tarif sekitar US
$0.50. Perusahaan telepon AT&T di Amerika Serikat juga pada awal abad ke-20
menerima pesan-pesan komersial yag dipancarkan melali cara call broadcasting
ini.
Di
Indonesia, radio sudah dikenal sejak awal abad ke-20. Tidak lama setelah
Guglielmo Marconi menemukan gelombang suara dan mengembangkannya menjadi alat
komunikasi yang bernama radio telegrafik, dan keudian berkembang lagi menjadi
pemancar dan penerima gelombang radio. Radio Nederland WERELDOMROEP yang
memancarkan siarannya ke seluruh dunia sejak taun 1920-an. Merupakan pemancar
yang paling digemari kaum elite, khususnya orang-orang belanda di Indonesia
pada waktu itu.
Akan
tetapi, radio swasta baru muai hadir cikal bakalnya di Indonesia sejak akhir
tahun 1960-an, yitu sejak tumpasnya pemberontakan G30 S/PKI. Sebelumnya, di
Indonesia hanya dienal RRI yang telah mengudara sejak tahun 1945. RRI sendiri
dapat dirunut sejarahnya sejak stasiun radio bentukan pemerintah Hindia Belanda
yang dikendalikan oleh tentara pendudukan jepang.
Pada
awalnya, beberapa mahasiswa di Bandung secara iseng-iseng mengudara dengan
pemancar sederhana berkekuatan rendah. Pada waktu itu mereka menyebutnya sebaga
radio amatir sebuah istilah yang salah kaprah kaena engertian amateur radio
menjeaskan kegiatan yang berbeda dengan teknologi radio dua arah.
Kata
“amatir” disini agaknya dipakai sebagai antonym dari “professional.”
Stasiun-stasiun radio “amatir” ini meruakan bagian dari perlawanan politik kaum
muda terhadap sisa-sisa PKI. Sebelumnya, mereka juga telah melakukan perlawanan
dengan membentuk lascar dan batalyon, seperti LAskar Arif Rachman Hakim yang
merupakan onderboue dari KAMI. Maka, lahirlah radio ARH dan radio-radio
semacam itu di Indonesia.
Gerakan
itu dengan cepet menyebar ke Jakarta dan beberapa kota besar lainnya.
Radio Prambors kini telah mengembangkan jejarinnya dengan beberapa anak
perusahaan stasiun radio yang masing-masing memiliki pasar khas di jalan
Borobudur, Jakarta Pusat, juga dapat dirunut sejarahnya pada periode itu.
Kehadiran
radio-radio ”Amatir” itu segera mendapat lirikan para pengiklan yang memang
sedang membutuhkan media alternatif. Salah satu perintis pengguna radio
”amatir” di Indoesia sebagai media iklan adalah Ajino moto. Embanjirnya
iklan di radio kemudian meningkatkan profesionalisme para pengelola radio
”amatir” apalagi karena pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan pemerintah no.55 tahun
1970 yang ewajibkan semua stasiun radio siaran niaga dipayungi dalm wadah badan
hukum berbentuk PT. Sejak saat itu, istilah ”radio amatir” berubah
menjadi ”radio siaran swasta niaga”.
Perintis
Periklanan Indonesia
Sejarah
memang membuktikan bahwa iklanlah yang mengembuskan nafas awal bagi kehidupan
surat kabar di Indonesia. Pada masa-masa awal keidupan pers Indonesia dan
keadaan ini berlanjut hingga awal abad ke-20 surat kabar tidak lain adalah advertentieblad (media
iklan) belaka. koran (dari bahasa Belanda: het krant, dan dari
bahasa perancis: courant ), sebagian besar isi beritanya
adalah iklan tentang perdagangan, pelelangan, dan pengumuman resmi Pemerintah
Hindia Belanda. Sesuai dengan khalayaknya, iklan disurat kabar menampilkan
produk-produk yang merupakan konsumsi kelas atas. Misalnya, sebuah toko P&D
(provisien en dranken= kebutuhan makanan dan minuman) yang mengumumkan
datangnya kapal dari Negeri Belanda membawa mentega dan stok keju baru. Cerutu
dan bir juga merupakan komoditas impor di masa itu, dan sering muncul
diiklankan di surat kabar. Pada masa itu, mobil malah jarang muncul di iklan
surat kabar. Mungkin karena masih merupakan seller’s market dan
pembeli mobil malah harus antre sebelum mobil yang dipesan didatangkan dari
negri jauh. Berbeda sekali dengan kondisi pasar kendaraan bermotor yang sangat
kompetitif di masa sekarang.
Pada
awal abad ke-20 perusahaan terbesar pada saat itu, Aneta, mendatangkan tiga
orang tenaga spesialis periklanan dari Negeri Belanda. Mereka adalah: F. Van
Bemmel, Is van Mens, dan Cor van Deutekom. Mereka didatangkan atas sponsorship
BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij, perusahaan minyak terbesar saat itu)
dan General Motors yang perlu mempromosikan produk-produk mereka. Van Bemmel
kemudian ditawari pekerjaan oleh pemilik surat kabar De Locomotief di
Semarang unuk mendirikan sebuah perusahaan periklanan. Tidak lama kemudian, Van
Bemmel pun hengkang dari perusahaan yang dirintisnya itu, dan kemudian
mendirikan sendiri sebuah perusahaan periklanan bernama NV Overzeesche
Handelsvereniging untuk menangani berbagai produk impor seperti mobil dan
sepeda. Van Bemmel hanya perlu bekerja selama 10 tahun di Indonesia, dan pulang
kembali ke Negeri Belanda untuk membangun sebuah Bank dari hasil keuntungan
yang diraupnya selama berusaha di Indonesia. Pada masa perintisan periklanan
Indonesia, hampir semua perusahaan periklanan merupakan afiliasi perusahaan
media sesuatu yang di masa sekarang justru dianggap sebagai perbenturan
kepentingan. Pemilik surat kabar Java Bode, misalnya, juga memilki
sebuah perusahaan periklanan HM van Drop yang diawaki oleh seorang bernama C.A
Kruseman. Ia dianggap sebagai salah seorang perintis dalam periklanan di
Indonesia.
Menjelang
akhir abad ke-19 perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki dan dikelola
oleh Cina keturunan mulai bermunculan. Resesi ekonomi yang melanda dunia tahun
1890 rupanya berdampak sangat buruk bagi dunia usaha. Termasuk banyak
percetakan pers milik orang-orang Belanda. Peluang inilah yang ternyata mampu
dimanfaatkan oleh kelompok Cina keturunan. Pelopor periklanan dari kelompok ini
adalah Yap Goan Ho, yang memiliki perusahaan periklanan sendiri di
Batavia. Yap Goan Ho sebelumnya adalah seorang copywriter di perusahaan
periklanan De Locomotief. Perusahaan periklanannya diberi nama Yap Goan Ho,
mulanya dikontrak olah suratkabar berbahasa Melayu, Sinar Terang (terbit
1888-1891). Perusahaan periklanan ini hanya bertahan tiga tahun, akibat
bangkrutnya surat kabar Sinar Terang.
Iklan-iklan
yang ditangani Yap Goan ho kebanyakan untuk produk buku. Khususnya yang
diterbitkan untuk masyarakat Cina. Setelah ditutupnya Sinar Terang, Yap Goan Ho
kembali berusaha mengembangkan sendiri perusahaan periklanannya. Untuk itu dia
mengumpulkan modal dari bekerja mencari iklan bagi beberapa suratkabar. Dia
mengkhususkan diri pada iklan-iklan pelelangan barang milik para pejabat
Belanda. Kebanyakan barang-barang milik para pejabat yang akan mengakhiri masa
jabatannya di Hindia Belanda. Iklan-iklan pelelangan ini utamanya ditujukan
pada khalayak pribumi, dan sebagian besar dimuat di suratkabar De Locomotief.
Tokoh Cina keturunan lain adalah Liem Bie Goan. Seperti juga Yap
Goan Ho, perusahaan periklanan Liem Bie Goan juga dikontrak oleh suratkabar.
Suratkabar yang mengontraknya adalah Pertja Barat yang terbit di Padang tahun
1890-1912. Iklan yang menonjol dari perusahaan periklanan ini adalah produk
pecah belah. Khalayak sasarannya adalah penduduk Eropa yang tinggal di Hindia
Belanda.
Dari
luar Jawa tercatat juga nama Kadhool sebagai tokoh lain
periklanan. Seperti Yap Goan Ho, dia juga mantan penulis naskah di perusahaan
periklanan De Locomotief. Kadhool sekolah di Hwee Koan, Cina. Perusahan
periklanannya bernama Firma Tie Ping Goan, namun dikelola dan dimiliki sendiri
oleh Kadhool. Tidak ada catatan mengapa nama perusahaan periklanan ini tidak
menggunakan namanya. Di duga, Tie Ping Goan adalah nama lain dari Kadhool.
Iklan-iklan Tie Ping Goan umumnya dipesan oleh suratkabar Tjaja Sumatra yang
terbit dari tahun 1899-1933 di Sumatera Timur (sekarang Riau). Produk-produk
yang ditangani perusahaan periklanan Kadhool kebanyakan hotel-hotel di sekitar
Bandung. Bagi masyarakat Belanda masa itu, daerah Bandung dikenal sebagai
Parisj van Java (Paris-nya Pulau Jawa), sehingga menjadi tempat peristirahatan
sangat bergengsi bagi para pengusaha perkebunan Eropa yang tinggal di Sumatera.
Tie Ping Goan bertahan hingga terjadinya depresi ekonomi tahun 1930. Rintisan
yang banyak dilakukan oleh kelompok Cina keturunan ini, menurut F. Wiggeres
yang menulis dalam Pemberita Betawi, 1909, karena merekalah yang sangat
mementingkan perdagangan. Untuk dapat lebih berhasil, kata Wiggeres pula,
perdagangan tidak bisa lepas dari kebutuhan periklanan. Orang pribumi yang
memiliki percetakan dan suratkabar, baru pada tahun 1906 dengan munculnya NV
Medan Prijaji. Tiras suratkabar yang dipimpin oleh RM Tirto Adisoerjo ini
utamanya beredar di Batavia, Bogor dan Bandung. Suratkabar ini sebenarnya punya
misi politik, karena banyak memuat berita-berita tentang kebobrokan sistem
kolonial. Dia sekaligus memberi juga perlindungan hukum bagi kaum pribumi.
Namun untuk menjaga kelangsungan hidupnya, ia memerlukan juga perusahaan
periklanan. Orang yang mengelola perusahaan periklanan Medan Prijaji adalah
Raden Goenawan.
Raden
Goenawan, lulusan HIS (Holland Inlandsche School), Batavia, menjadi teman dekat
Tirto Adisoerjo sejak di sekolah itu. Selain dalam jabatan tersebut, Adisoerjo
dan Raden Goenawan juga merangkap bersama-sama menangani bidang percetakan
Medan Prijaji. Suratkabar ini mereka beri nama kecil Surat Kabar Minggoean dan Advertentie.RadenGoenawan
juga pernah bekerja di perusahaan periklanan NV Soesman’s yang berkedudukan di
Batavia. NV Soesman’s banyak mengiklankan penyediaan tenaga kerja pendatang
dari Jawa ke Sumatera Timur.
Raden
Goenawan mengelola perusahaan
periklanan Medan Prijaji sejak berdirinya tahun 1906. Meskipun hanya mampu
bertahan hingga tahun 1912, Medan Prijaji tercatat memperoleh keuntungan
sebesar f.75.000 pada tahun terakhir hidupnya.
Tokoh
periklanan pribumi yang sangat patut diperhitungkan adalahTjokroamidjojo.
Dia memimpin NV Handel Maatschppij dan Drukkerij “Serikat Dagng Islam”,
Semarang, yang menerbitkan suratkabar Sinar Djawa. Suratkabar ini merupakan
suratkabar pribumi yang dapat bertahan agak lama (1914-1924). Karir
Tjokroamidjojo dimulai dengan bekerja sebagai pembantu redaksi di suratkabar De
locomotief pada tahun 1906. Kemudian menjadi penulis naskah iklan di suratkabar
Pemberita Betawi. Pada tahun 1908 dia mendirikan perusahaan batik di
Pekalongan. Dari hasil perusahaan batik ini, dia membeli perusahaan penerbitan
dan percetakan di Semarang. Perusahaan periklanan Sinar Djawa tercatat sebagai
satu-satunya perusahaan periklanan di Hindia Belanda yang mempunyai “agen
besar” (perwakilan) untuk benua Eropa dan Amerika. Perwakilan ini berkedudukan
di Societie Europeenne de Publicitie, 10 Rue de la Victoire, Paris. Fungsi
perwakilan ini pun cukup efektif dan bersifat timbal-balik. Yang utama adalah
untuk menangani komoditas impor dari Eropa dan Amerika. Namun juga untuk
mengiklankan tour keliling Jawa dengan kereta api, ataupun hotel-hotel Eropa di
Hindia Belanda. Laba usaha Sinar Djawa mengalami pasang surut. Merosot pada
tahun 1915-1916, akibat terkena dampak Perang Dunia I, sehingga hanya mencapai
f. 25.000 pada periode ini. Padahal pada tahun sebelumnya telah mencapai f.
45.000. Sepanjang kepemimpinan Tjokroamidjojo hingga tahun 1924, Sinar Djawa
berhasil menggaet total keuntungan senilai f. 200.000,-.
M.Sastrositojo adalah pemilik dan pengelola perusahaan periklanan NV Medan
Moeslimin. Perusahaan periklanan ini mengkhususkan diri pada iklan-iklan produk
buku, terutama buku-buku yang dicetak oleh Albert Rusche & Co.. Buku-buku
yang diiklankannya pun khusus beraksara Jawa. Kebijaksanaan mengkhususkan pada
iklan-iklan buku ini dilakukan, untuk menyesuaikan diri dengan suratkabar Medan
Moeslimin yang memang dikhususkan untuk pembaca orang Jawa yang baru melek
huruf. Itu pun terbatas pada bacaan yang menggunakan aksara Jawa. Misi yang
diemban Medan Moeslimin tampaknya tidak dapat sepenuhnya ditunjang dari penghasilan
usaha periklanan. Karena tercatat adanya dukungan keuangan dari beberapa
perusahaan batik di Solo. Salah satu pendukung utama keuangannya adalah
perusahaan batik milik Hadji Misbach. M. Sastrositojo adalah lulusan HIS, yang
kemudian magang selama 2 tahun di perusahaan periklanan NV Doenia Bergerak,
sebagai penulis naskah iklan.
Perusahaan
Periklanan Perintis
Salah
satu perusahaan consumer products yang aktif beriklan pada
masa itu adalah Unilever-amalgamasi perusahaan Margarine Union (Belanda) dan
Lever Brothers (Inggris)- yang sejak tahun 1933 telah membangun pabrik sabun di
Bacherachtsgracht, Batavia (sekarang Angke, Jakarta Barat). Setelah berdirinya
pabrik sabun itu,Unilever juga membangun pabrik margarin. Sebelumnya,
produk-produk Unilever diimpor langsung dari Negeri Belanda. Hadirnya Unilever
juga kemudian membawa masuknya cikal bakal Lintas (singkatan dari Lever
International Advertising Services) ke Nusantara. Semula, Lintas adalah divisi
periklanan dari Lever Brothers, sebelum kemudian berdiri sendiri menjadi
perusahaan periklanan independen. Apa yang dilakukan Lintas yang berlogo bola
dunia pada masa-masa awal itu sebetulnya tidak lain adalah melakukan adaptasi
bentuk-bentuk iklan yang telah mereka luncurkan terhadap produk-produk serupa
di bagian dunia lainnya, serta melakukan media placement. Perlu
dicatat bahwa Lintas pada saat itu sudah memiliki keberanian membuat iklan
dalam bahasa daerah. Misalnya, iklan Margarine Blue Band dalam bahasa Sunda
memakai judul ”Pamoeda Sehat… Rajat Kiat” (Pemuda Sehat…Rakyat Kuat),
dengan tagline ”Blue Band Mengandoeng Seueur Vitamin” (Mengandung
Banyak Vitamin).
”Model
organisasi” seperti Lintas itulah yang agaknya kemudian ditiru oleh beberapa
usahawan di Batavia dan kota-kota besar Indonesia lainnya. Sebelum masa
kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa perusahaan periklanan (ketika itu
disebut reclamebureau atau advertentiebureau) sudah
beroperasi di Indonesia. Hingga masa pendudukan Jepang, beberapa perusahaan
periklanan ynag terkenal di Jakarta adalah, antara lain:
–
A de la Mar, di Koningsplein (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara, dekat Istana
Merdeka),
–
Aneta (sebagai bagian dari kantor berita bernama sama), di Passer Baroe
(sekarang Museum LKBN Antara di Jalan Antara),
–
Globe, di Jalan Kali Besar Timur,
–
IRAB (Indonesia Reclame en Advertentiebureau), semula berkantor di Molenvliet
(sekarang Jalan Hayam Wuruk), tetapi kemudian pindah ke Asem Reges (kemudian
menjadi Sawah Besar, sekarang Jalan KH Samanhudi),
–
Preciosa, di Gang Secretarie (kantor Sekretariat Negara sekarang, Jalan Veteran
IV ),
–
Elite
Hampir
semua perusahaan periklanan itu dipimpin oleh orang-orang Belanda, kecuali IRAB
dan Elite yang diselenggarakan oleh kaum Bumiputra. Pada masa pendudukan
Jepang, terjadi perubahan lanskap periklanan Indonesia. Karena banyak warga
Belanda yang mengungsi-sebagian lagi ditawan maka kondisi vakum itu diisi
dengan munculnya berbagai perusahaan periklanan baru milik kaum pribumi.
Sayangnya, tidak cukup catatan tentang kehadiran perusahaan periklanan yang
dijalankan etnis Tionghoa. Padahal, dari mulut ke mulut kita sering mendengar
bukti-bukti peran mereka dalam perintisan periklanan Indonesia. Yang jelas,
etnis Tionghoa sangat berperan dalam menumbuhkan dunia persuratkabaran di
Indonesia, sehingga dengan demikian dapat dilihat pula keterlibatan mereka
dalam periklanan secara langsung maupun tidak. Sekalipun kebanyakan perusahaan
periklanan baru itu berukuran kecil, tetapi tercatat lima perusahaan periklanan
yang berskala cukup besar, yakni Elite, RAB, Korra, Pikat, Tandjoeng. Selama
masa pendudukan Jepang, merosotnya aktivitas ekonomi ikut mengkerdilkan dunia
periklanan Indonesia. Setelah proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,
kepercayaan kepada Republik yang muda ini tampak dengan kembali bergairahnya
kehidupan perekonomian. Sayangnya, kecenderungan itu tidak berlangsung lama
karena Belanda mulai menggelar aksi militernya terhadap Indonesia. Keadaan
perekonomian pun redup kembali. Pemerintah Republik Indonesia sempat hijrah ke
Yogyakarta selama empat tahun. Keadaan ini berakhir setelah dicapainya
kesepakatan pengakuan kedaulatan dalam KMB pada akhir tahun 1949.
Kembalinya
Pemerintah Republik Indonesia ke Jakarta menandai kebangkitan baru perekonomian
Indonesia. Perusahaan-perusahaan nasional mulai bertumbuhan, seiring dengan
masuknya kembali beberapa perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan
Belanda yang semula mengungsi, pun kembali lagi melakukan usahanya. Salah
satunya adalah Unilever. Era baru itu juga disambut oleh Unilever dengan
meluncurkan berbagai produk baru. Dunia periklanan seakan berdarah kembali.
Beberapa perusahaan periklanan yang tercatat hadir di Jakarta pada masa itu
antara lain adalah: Azeta, Contact, Cotecy, De Unie, Elite, IRAB, Studi Berk,
dan Titi. Pada awal dasawarsa 1950’an yang paling banyak ditempatkan di dunia
cetak adalah iklan obat-obatan. Sayangnya, menjamurnya iklan obat-obatan itu
tidak dibarengi dengan etika dan tanggung jawab para insan periklanan. Banyak
obat-obatan yang diiklankan itu sebetulnya diragukan manfaatnya, atau malah
membahayakan kesehatan penggunanya. Keadaan yang nyaris lepas kendali ini
akhirnya ditata dengan terbitnya ketentuan Menteri Kesehatan pada tahun 1954
yang mengatur keharusan untuk mendapatkan lisensi manfaat dan keselamatan obat
sebelum dipasarkan, dan ketentuan agar iklan obat harus menjelaskan manfaat
obat secara jelas.
Kebangkitan
Asosiasi Periklanan Indonesia
Menurut
catatan, pada tahun 1951, istilah periklanan pertama kali diperkenalkan oleh
seorang tokoh pers indonesia, Soedarjo Tjokrosisworo, untuk menggantikan
istilah reklame atau advertensi yang ke belanda-belandaan. Senapas dengan
semangat kebangsaan itu, sebuah biro reklame di bandung yang sebelumnya bernama
Medium, juga mengubah nama menjadi Balai Iklan. Atas prakarsa beberapa
perusahaan periklanan yang berdomisili di Jakarta dan Bandung, pada awal
September 1949 dilembagakan sebuah asosiasi bagi perusaaan-perusahaan
periklanan. Asosiasi ini diberi nama Bond van Reclamebureaux in Indonesia atau
dalam bahasa indonesia Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama
asosiasi yang masih menggunakan bahasa Belanda ini tidak lain karena mayoritas
anggotanya adalah memang perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki oleh
orang Belanda.
Sebelas
perusahaan periklanan tercatat sebagai anggota PBRI, yaitu: Budi Ksatria,
Contact, De Unie, F. Bodmer, Franklijn, Grafika, Life, Limas, Lintas, Rosada,
dan Studio Berk. Akan tetapi, kehadiran PBRI dianggap hanya mewakili
perusahaan-perusahaan periklanan besar khususnya yang dimiliki atau dikuasai
oleh orang-orang Belanda. Perusahaan-perusahaan periklanan kecil merasa bahwa
aspirasi mereka tidak memukau jalan untuk disampaikan ke dalam PBRI. Suasana
seperti itu kemudian memicu lahirnya sebuah asosiasi perusahaan periklanan
nasional yang dimliki dan diawaki oleh orang-orang Indonesia. Serikat Biro
Reklame Nasional (SBRN) dibentuk pada tahun 1953, dan sertamerta menjadi
organisasi tandingan bagi PBRI. Tidak jelas mengapa semangat nasionalisme di
dalam SBRN tidak memunculkan istilah iklan yang sudah dikenal sejak dua tahun
sebelumnya, dan masih menggunakan istilah biro reklame yang berbau Belanda.
Anggota SBRN yang tercatat adalah 13 perusahaan periklanan: Azeta, Elite,
Garuda, IRAB, Kilat, Kusuma, Patriot, Pikat, Reka, Lingga, Titi, dan Trio.
Tidak semua perusahaan perilanan bersedia bergabung ke dalam asosiasi. Contonya
adalah Medium yang telah bertukar nama menjadi Balai Iklan. Ia memilih untuk
tidak bergabung dengan salah satu dari dua asosiasi tersebut. Tjetje Senaputra,
pemiliknya berdalih bahwa Balai Iklan tidak menangani iklan display dan
karena itu tidak menganggap perusahaan sebagai full-service agency.
Balai Iklan memang mengkhususkan diri pada iklan-iklan klasika berukuran kecil
tentang lowongan kerja dan berita keluarga.
Ada
pula dugaan bahwa terbentuknya SBRN diilhami oleh keterbelahan penerbit surat
kabar yang juga memiliki dua asosiasi, yaitu: Perserikatan Persuratkabaran
Indonesia (PPI), dan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), PPI merupakan
kelanjutan dari Verenigde Dagblad Pers di masa Hindia Belanda. Tentu saja
keterbelahan perusahaan-perusahaan periklanan itu membuat prihatin F. Berkhout,
Ketua PBRI pada saat itu. Ia kemudian menghubungi beberapa pimpinan SBRN dan
mnawarkan dibentuknya fusi atau peleburan dari kedua asosiasi tersebut. Bila
tujuannya sama, mengapa harus memakai dua kendraan yang justru menyulitkan
pembinaan ke luar maupun ke dalam, di samping juga tidak mencuatkan kesan
persatuan.
Gagasan
fusi itu tampaknya diterima secara umum oleh kedua belah pihak. Orang-orang
Belanda yang semula menguasai berbagai posisi dan fungsi di PBRI sepakat untuk
mengundurkan diri agar digantikan oleh orang-orang Indonesia. Tetapi fusi itu
secara organisatoris ternyata tidak pernah menjadi kenyataan. Dalam tubuh SBRN
terjadi perpecahan, sehingga semua anggotanya mengundurkan diri dan bergabung
ke dalam PBRI. Baru pada tahun 1956, melalui forum rapat umum anggota, secara
aklamasi Muhammad Napis dikukuhkan sebagai ketua PBRI. Pada tahun 1957, PBRI
menyelenggarakan Kongres Reklame seluruh Indonesia yang pertama. Dalam kongres
tersebut, kata ”perserikatan” diubah menjadi ”persatuan”.
Awal
Artis Memasuki Periklanan Indonesia
Iklan
sebgai salah satu alat pemasaran yang ampuh langsung saja berdenyut dengan
nafas baru yang segar. Beberapa perusahaan periklanan muncup pada masa ini.
Demikian juga media untuk beriklan. Dan periklanan pun menjadi marak. Dasawarsa
1970an juga ditandai dengan tampilanya selebritis Indonesia sebagai bintang
iklan. Sabun Lux produksi Unilever boleh jadi merupakan trendsetter di
bidang itu. Sejak dasawarsa 1950an, Lux sudah memakai slogan ”dipakai oleh 9
dari 10 bintang-bintang film”. Lux diidentifikasikan dengan bintang-bintang
film rupawan berkelas dunia, antara lain : Sophia Loren.
Pada
dasawarsa 1970an, slogan itu diubah sedikit menjadi ”sabun kecantikan
bintang-bintang film”. Unilever juga mulai memakai bintang-bintang film
Indonesia untuk menjadi duta produknya. Widyawati, bintang film populer
berpribadi lembut dengan kecantikkan memukau, tampil sebagai spokesperson Lux.
Beberapa bintang film papan atas pun silih berganti tampil sebagai ”The
Lux Lady”. Salah satu yang legendaris adalah Christine Hakim, bintang film
temuan Teguh Karya. Produk detergen bermerk rinso pun memilih
Krisbiantoro sebgai duta produk. Kris adalah seorang penyanyi merangkap master
of ceremony yang kocak dan menjadipresenter berbagai
program televisi populer pada saat itu. Popularitas Krisbiantoro pun serta
merts menjadi tuas yang ampuh untuk mendongkrak popularitas rinso.level International
Advertising Services (Lintas) perusahaan periklanan yang menganai produk-produk
Unilever tidak hanya menumpang popularitas selebritis, melainkan juga
melahirkan bintang-bintang baru. Robby Sugara, misalnya, ”hanyalah” seorang head
waiter di sebuah restoran ketika terpilih menjadi bintang ”The
Brisk Man”. Kehidupannya pun melejit seperti meteor.
Kelahiran
Periklanan Modern Indonesia
Berbagai
merk internasional mulai bermunculan di Indonesia dan dengan garangnya berupaya
meraup pangsa pasar sebesar-sebesarnya. Coca cola, Toyota, Mitsubishi, Fuji
Film, American Express, Citibank, adalah sebagian dari nama-nama besar yang
mulai membanjiri pasar Indonesia. Pada saat yang sama, muncul pula local
brands yang dipicu oleh kemudahan mendapatkan kredit penanaman modal
dari lembaga-lembaga perbankan yang juga sedang bertumbuh pesat. Salah satu
sektor yang paling hidup pada dasawarsa 1970an itu adalah industri farmasi
dengan berbagai jenis obat baru yang diluncurkan pada saat itu antara lain
adalah Bodrex-obat sakit kepala yang populer hingga saat ini. Begitu populernya
nama Bodrex bahkan sampai dijadikan ikon jurnalistik Indonesia untuk menyebut
wartawan yang datang tak diundang.
Suasana
baru di dunia usaha itu memicu berbagai kelahiran perusahaan periklanan. Tentu
saja, yang pertama kali muncul justru perusahaan-perusahaan periklanan yang
secara ilmiah terbawa oleh masuknya perusahaan multinasional ke Indonesia.
Contohnya adalah Olgilvy & Mather yang berkibar di Jakarta dengan nama
IndoAd di bawah pimpinan Emir Muchtar, karena hadirnya klien-klien O&M di
Indonesia, seperti: American Express, dll. Sebelumnya O&M lahir di
Indonesia dengan nama SH Benson, kemudian berubah menjadi Olgivy &Mather.
Perubahan nama O&M menjadi IndoAd terkait Peraturan Menteri Perdagangan
pada tahun 1970 yang melarang perusahaan periklanan asing di Indonesia. Contoh
lain adalah McCann Erickson yang dibawa oleh Coca cola dan kemudian mengibarkan
bendera Perwanal Utama di bawah pimpinan Savrinus Suardi.
Sementara
itu, perusahaan-perusahaan periklanan nasional lama pun mendapat angin
dari transformasi ekonomi yang terjadi. Perusahaan itu antara lain: Bhineka
yang dipimpin oleh tokoh lama Muhammad Napis, dan InterVista yang dipimpin oleh
Nuradi seorang mantan diplomat yang beralih ke dunia periklanan. InterVista
adalah sebuah fenomena yang perlu dicatat secara khusus dalam sejarah
periklanan Indonesia, khususnya karena Nuradi, pendirinya, dianggap sebagai
perintis periklanan modern Indonesia. Setelah Proklamasi kemerdeaan Indonesia,
Nuradi diangkat menjadi pegawai Departemen Luar Negri, Nuradi bertugas
sebagai jurubahasa yang mendampingi Presiden Soekarno. Sebagai karyawan
Departemen Penerangan, tugas Nuradi adalah penyiar siaran bahasa Inggris di
RRI. Pada tahun 1950, Nuradi ditunjuk untuk menjalankan misi khusus Uni soviet,
dan kemudian menjadi anggota Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Markas
Besar Perserikatan Bangsa-bangsa di New York selama di Amerika Serikat, Nuradi
juga sempat menyelesaikan studi di Harvard University.
Perintis periklanan yang bernama Nuradi ini. Lahir di
Jakarta, tanggal 10 Mei 1926. Seperti juga banyak pelaku periklanan modern,
Nuradi pun tidak memperoleh pendidikan formal di bidang periklanan. Tahun
1946-1948 ia masuk Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (darurat). Kemudian
masuk Akademi Dinas Luar Negeri Republik Indonesia (1949-1950). Tahun-tahun
berikutnya dia banyak mengenyam pendidikan di Amerika Serikat. Dia menjadi
orang Indonesia pertama yang diterima di Foreign Service Institute, US State Department,
Washington DC. Selanjutnya belajar penelitian sosial di New School, New York
(1952-1954) dan menyelesaikan studi bidang administrasi publik di Harvard
University, Cambridge, Massachusetts. Kemudian selama setahun belajar bahasa di
Universitas Sorbone dan Universitas Besancon, Perancis.Tahun 1945,
dia juga dikenal sebagai orang pertama diangkat sebagai pegawai negeri di
Departemen Luar Negeri dan di Departemen Penerangan. Yang terakhir ini, karena
ia juga menjadi penyiar siaran Bahasa Inggris di Radio Republik Indonesia.
Antara tahun 1946-1950, dia menjadi juru bahasa pribadi untuk Bung Karno, Bung
Hatta dan Ir. Juanda dan tahun 1949 sempat menjadi kepala bagian penerjemah
pada delegasi Indonesia ke Konperensi Meja Bundar di Den Haag, Negeri Belanda.
Tahun 1950 dia ditunjuk untuk menjalankan misi khusus ke Uni Soviet dan menjadi
anggota perwakilan tetap Indonesia di markas PBB, New York. Karier sebagai
pegawai negeri telah membawanya terlibat dalam banyak lagi tugas sebagai
anggota delegasi, baik untuk kepentingan nasional, maupun internasional. Dia
mengundurkan diri dari Dinas Luar Negeri pada tahun 1957, untuk bergabung
dengan Perwakilan PRRI Sementara untuk Singapura dan Hongkong.
Perjalanan
hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun 1961-1962 mengikuti
Management Training Course di SH Benson Ltd., London, perusahaan periklanan
terbesar di Eropa saat itu. Sedangkan pengalaman praktek periklanan
diperolehnya melalui cabang perusahaan tersebut di Singapura. Sekembalinya ke
Jakarta (1963) dia mendirikan perusahaan periklanannya sendiri, InterVista
Advertising Ltd..
Pada
awalnya, Nuradi hanya mengiklankan produk-produk milik ayahnya (Hotel
Tjipajung) dan kenalannya (PT Masayu, agen alat-alat berat). Ia juga membuat
iklan untuk usaha milik Judith Wawaruntu, sahabatnya yang secara timbal balik
menjadi pembuat gambar untuk iklan-iklan Intervista. Ketika menangani klien
Lambretta, merek Scooter masa lalu, Nuradi untuk pertama kali
membuat slide untuk iklan di Bioskop. Terobosan ini merupakan awal dari
gebrakkan-gebrakkan Nuradi selanjutnya. Pada dasawarsa 1970an, InterVista telah
mampu membuat film iklan produksi dalam negri, bahkan memperkerjakan seorang
sutradara pribumi untuk menanganinya secara khusus. Tidak heran bila dalam
waktu singkat InterVista mendapat kepercayaan dari nama-nama besar seperti,
Indomilk, Anker Bir, berbagai merek rokok keluaran British American Tobacco,
Vespa dan lain-lain. Beberapa karya iklan InterVista di masa itu, selalu
mengundang decak kagum dan menjadi pengingat (mnemonic) dibenak masyarakat,
misalnya: Ini Bir Baru, Ini Baru Bir (Anker), Indomilk…..sedaaap, Makin Mesra
dengan Mascot (rokok).
Awal
dasawarsa 1970an juga ditandai oleh lahirnya berbagai perusahaan periklanan
ketika itu lebih umum disebut biro iklan seperti: Libelle pimpinan Yo
Wijayakusumah, Trinanda Chandra pimpinan Abdoel Moeid Chandra (juga pemilik
radio swasta niaga dengan nama sama), Prima Advera pimpinana Usamah, AdForce
pimpinan Sjahrial Djalil, Fortune pimpinan Indra Abidin bekerja sama dengan
Mochtar Lubis, Hikmad & Chusen pimpianan H. Hamid Moerni, Metro pimpinan
Henry Saputra, Rama Perwira, dan lain-lain.
Berdirinya
PPPI
Popularitas
The Jakarta Admen Club bahkan melebihi organisasi resmi yang sebetulnya lebih
dulu terbentuk pada tahun 1972, yaitu Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
(PPPI)
Seperti
telah dikemukakan pada Bab 1, asosiasi perusahaan periklanan yang pertama
berdiri di Indonesia pada tahun 1949 dengan nama Bond van Reclame Bureaux in
Indonesia atau dalam bahasa Indonesia disebut Persatuan Biro Reklame Indonesia
(PBRI). Nama resminya justru yang berbahasa Belanda, karena pada waktu itu
sebagian besar pelaku di industri periklanan adalah orang-orang Belanda maupun
keturunan Belanda. Demikian juga para pengurusnya adalah orang-orang belanda
dan keturunannya. Baru setelah PBRI diketuai oleh orang Indonesia,Muh.Napis,maka pada
tahun 1957 diputuskan perhgantian namanya resmi menjadi PBRI. Dengan nama baru
itu juga dilekukan penyesuaian istilah dari “perserikatan” menjadi “persatuan”.
Napis
adalah seorang tokoh periklanan Indonesia yang ternyata berhasil memimpin PBRI
secara terus-menerus hingga memasuki dasawarsa 1970-an. Napis sendiri ternyata
sudah jenuh menjadi Ketua PBRI selama belasan tahun, dan menganggap bahwa
situasi seperti itu dapat mengarah kepada hal-hal yang tidak demokratis.
Pada
tahun 1971, Napis menyelenggarakan referendum di antara anggota PBRI untuk
memilih ketua yang baru, di samping juga meminta usulan perubahan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta usulan perubahan kebijakan dan strategi.
Namun, ternyata referendum itu tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Napis
tetap secara aklamasi diterima sebagai ketua PBRI.
Pada
tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia tiba-tiba merasa perlu untuk mengatur
industri periklanan. Harsono yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Jenderal
Pembinaan Pers dan Grafika (Dirjen PPG) Departemen penerangan, memprakarsai
diselenggarakannya Seminar Periklanan-forum nasional resmi pertama yang
diselenggarakan di Indonesia untuk membicarakan arah industri periklanan.
Seminar ini diseenggarakan di restoran Geliga, Jalan wahid Hasyim, Jakarta
Pusat, dengan ketua penyelenggaraan H.G. Rorimpandey, Ketua Umum Serikat
Penerbit Suratkabar (SPS) yang ketika itu juga Pemimpin Umum HarianSinar
Harapan.
(catatan
penulis: sebetulnya, Christianto Wibisono yang ketika itu menjadi Direktur
Majalah Tempo pada tahun 1971 telah menyelenggarakan sebuah seminar periklanan
untuk mendiskusikan dalam menyikapi masuknya elemen asing ke dalam industri
perikalanan Industri Indonesia. Tetapi, lingkup seminar ini masih bersifat
terbatas di tataran pelaksana periklanan-bukan pengambil keputusan di tingkat
asosiasi dan regulator).
Dalam
kesempatan itu pemerintah menyatakan bahwa PBRI adalah satu-satunya wadah
perusahaan periklanan yang diakui Pemerintah Republik Indonesia. Pernyataan ini
tampaknya didorong oleh kenyataan telah hadirnya berbagai perusahaan periklanan
yang disponsori pihak asing, dan tidak merasa berkepentingan untuk menjadi
anggota PBRI. Sekalipun pada tahun 1970 Menteri Perdagangan Prof. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo telah menerbitkan surat keputusan yang melarang kehadiran perusahaan
periklanan asing di Indonesia, namun kenyataannya praktik “Ali Baba” tetap
menghadirkan banyak negara asing di industri periklanan Indonesia. Pernyataan
Pemerintah itu membuat hampir semua perusahaan periklanan yang baru didirikan
sekitar 1970-an kemudian mendaftar-kan diri menjadi anggota PBRI.
Seminar
periklanan itu juga memuncukan napas dan harapan baru akan munculnya generasi
modern periklanan Indonesia. Keinginan untuk berorganisasi secara serius pun
mulai tampak hidup. Napis pun semakin berharap bahwa penggantinya akan segera
muncul.
Kebetulan,
pada tahun 1972 itu juga berlangsung Asian Advertising Congress (AAC) VIII di
Bangkok. Masih dengan semangat Seminar Periklanan, beberapa tokoh periklanan
Indonesia pun segera berangkat menghadiri kongres tersebut. Mereka antara lain
adalah: Christian Wibisono, Ken Sudarto, Sjahrial Djalil, Ernst Katoppo, Abdul
Moeid Chandra, Jacoba Muaja, Usamah, dan Yo Wijayakusumah. Tidak
tanggung-tanggung, delegasi Indonesia pada waktu itu secara nekat juga
menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah AAC IX pada tahun 1974. hebatnya lagi,
usulan itu ternyata diterima. Pertumbuhan pesat industri periklanan Indonesia
tentulah menjadi faktor pembobot yang menghasilkan keputusan itu.
Semangat
untuk menjadi tuan rumah Aac IX itulah yang membuat insan periklanan Indonesia
semakin membulatkan tekad untuk berorganisasi secara rapi. Pada tanggal 20
Desember 1972, bertempat di restoran Chez Mario milik Muhammad Napis di jalan
Ir. H. Juanda III/23, jakarta Pusat, diselenggarakan Rapat Anggota PBRI.
Rapat
itu juga dihadiri Direktur Bina Pers dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pers
dan Grafika Departmen Penerangan, Drs. Tjoek Atmadi. Rapat itu mengagendakan
pemilihan pengurus baru, serta membahas kemungkinan dibentuknya sebuah asosiasi
periklanan dengan visi dan lingkup yang lebih luas.
Abdul
Maeid Chandra, seorang putra Madura aktivis PBRI yang memiliki stasiun radio
Trinanda Chandra dan perusahaan perilanan dengan nama yang sama, akhirnya
terpilih sebagai Ketua Umum. Di jajaran pengurus tercatat beberapa orang tokoh
periklanan Indonesia, seperti: Savrinus Suardi, Usamah, Sjahrial Djalil, dan Yo
Wijayakusumah. Mereka adalah muka-muka baru yang sebelumnya bukan merupakan
aktivis PBRI.
Rapat
Anggota juga menyepakati pembubaran PBRI dan pembentukan asosiasi yang baru
dengan nama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Dengan
pembentukan PPPI, secara resmi hilang pula istilah ”biri reklame” yang berbau
kebelanda-belandaan, digantikan dengan istilah yang lebih sesuai dengan
tuntutan zaman: ”perusahaan periklanan”. Desakan untuk mengganti istilah ”biro
reklame” juga didasari pada kenyataan bahwa tukang pembuat stempel di pinggir
jalan pun menyebut diri mereka sebagai biro reklame.
Pada
saat didirikan, PPPI beranggotakan 30 perusahaan periklanan. Sahrial Djalil
AdForce menyumbangkan logo bagi asosiasi yang baru itu. PPPI juga segera
merumuskan Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga yang baru untuk menampung
aspirasi periklanan modern.
- TUJUAN DAN FUNGSI ADVERTISING
Tujuan
Periklanan
Pada
dasarnya tujuan akhir periklanan adalah untuk merangsanga atau mendorong
terjadinya penjualan (sales). Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa hal yang
perlu dilakukan. Secara umum tujuan periklanan adalah sebagai berikut :
1.
Menciptakan pengenalan merek / produk / perusahaan
Melalui
periklanan khalayak akan mengetahui keberadaan merk, produk maupuin perusahaan
pasar.
2.
Memposisikan
Melalui
periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri
dengan produk pesaing.
3.
Mendorong prospek untuk mencoba
Dengan
menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khalayak didorong untuk mencoba
menggunakan produk atau merk yang ditawarkan.
4.
Mendukung terjadinya penjualan
Dengan
beriklan diharapkan konsumen bertindak untuk membeli produk
5.
Membina loyalitas
Dengan
beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya
perusahaan ingin menyampaikan bahwa merk dan produk yang pernah digunakan
konsumen masih tetap ada dipasar.
6.
Mengumumkan cara baru pemanfaatan
Inovasi
atau cara baru pemanfaatan dapat dapat diketahui khalayak melalui iklan
7.
Meningkatkan citra
Dengan
iklan akan meningkatkan citra produk, merk maupun perusahaan.
Fungsi Periklanan
1. Sumber Informasi
Dengan
iklan, dapat membantu masyarakat unruk memilih altenatif produk yang lebih baik
atau yang lebih sesuai dengan kebutuhannya. Artinya iklan dapat memberikan
informasi yang lebih banyak daripada yang lainnya, baik tentang produknya,
distribusi atau tempat pembeliannya atau informasi lain yang mempunyai kegunaan
bagi masyarakat.
2. Kegiatan Ekonomi
Periklanan
mendorong pertumbuhan perekonomian karena produsen didorong utnuk tetap
memproduksi dan memperdagangkan produk untuk melengkapi kebutuhan masyarakat
yang terus berkembang.
3. Pembagi Beban Biaya
Periklanan
membantu tercipatanya skala ekonomi yang besar bagi setiap produk, sehingga
menurunkan biaya produksi dan distribusi per unit atas produk tersebut, dan
pada akhirnya memurahkan harga jualnya kepada masyarakat.
4. Sumber Dana Media
Periklanan
merupakan salah satu sumber dana media yang menunjang media untuk tetap eksis.
Munculnya banyak media membuat persaingan semakin ketat.
5. Identitas produsen
Melalui
kegiatan periklanan, masyarakat akan mengetahui produsen. Ada perusahaan yang
dalam iklannya memnonjolkan perusahaanya
6. Sarana Kontrol
Melalui
kegiatan periklanan, masyarakat dapat membedakan produk-produk sah dengan
tiruan.
Akan
tetapi, selain berperan positif, berbagai pandangan negative tentang iklan
bermunculan, diantaranya adalah :
1. Iklan dianggap merusak tata bahasa yang berlaku
2. Iklan dianggap dapat mendorong orang menjadi
matrealistis
3. Iklan dianggap dapat mendorong orang membeli
barang yang tidak diinginkan
4. Iklan dianggap terlalu berlebihan
5. Iklan dianggap menciptakan suatu stereotip
oke segitu dulu kali ini maaf kalo ada yang salh